Dunia E-Commerce Indonesia saat ini tidak dapat dipungkiri masih banyak menyisakan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh para pelakunya. Salah satu isu yang penting adalah ‘trust’. Walaupun sedang dalam pertumbuhan yang sangat pesat, isu ‘trust’ di e-commerce Indonesia masih sering mengemuka. Faktanya, masih banyak masyarakat Indonesia yang masih ragu untuk belanja online karena takut konsekuensi buruk yang terjadi, misalnya penipuan atau fraud.
Banyak faktor sebenarnya yang mempengaruhi isu ‘trust’ tersebut. Menurut Rama Mamuaya, Founder & Chief Executive DailySocial, salah satu hal yang membuat masih banyak masyarakt ragu dengan e-commerce adalah reputasi perusahaan e-commerce yang belum jelas ukurannya. “Di Indonesia belum ada label standard certification untuk menentukan suatu situs itu bagus atau tidak dan Pemerintah sedang melakukan hal ini. Jika sudah ada, misalnya logo dari pemerintah, berarti memudahkan orang tahu kalau situs itu aman” jelasnya.
Kemudian ada juga penggunaan social media sebagai tools untuk membangun ‘trust’. Pada dasarnya hampir seluruh perusahaan e-commerce Indonesia sudah menggunakan social media. Hanya saja Rama menyoroti bahwa penggunaan social media oleh perusahaan e-commerce masih salah sasaran. “Walaupun penggunaan social media itu ujung-ujungnya sales, tapi seharusnya digunakan untuk long investment, yaitu build trust,” ujarnya dalam presentasi di acara Kamis Commerce Vol. II.
Rama pun memberikan beberapa tips berdasarkan pengalaman dan research yang dilakukan DailySocial dalam menumbuhkan ‘trust’ customer e-commerce. Pertama, ternyata banyak orang yang tidak suka jika harus login terlebih dahulu untuk berbelanja di situs e-commerce. “You have to trust them first. Jadi, bagaimana customer mau pecaya dengan e-commerce kalau mereka sendiri tidak dipercaya?,” pungkas Rama.
Kedua, masalah pengalaman berbelanja. Menurut Rama, dalam berbelanja customer itu tahunya mereka beli dan sampai ke rumah tepat waktu dan barangnya sesuai. Jadi, jika misalnya ada konsumen yang komplain karena masalah barang telat sampai, harus di respon perusahaan dengan benar dan tidak lepas tanggung jawab.
“Masih ada beberapa kasus perusahaan yang merespon komplain tersebut dengan tidak benar. Misalnya dengan menyalahkan pihak kurir dan lepas tanggung jawab. Itu bad experience bagi customer,” jelasnya.
Ketiga, harus transparan. Masih banyak menurut Rama, perusahaan e-commerce yang tidak jujur kepada customer. Misalnya ketika barang belum juga sampai sesuai waktu yang ditentukan, lalu perusahaan e-commerce hanya meminta customer untuk menunggu dengan janji barang pasti akan dikirim.
“Ada juga yang menggunakan voucher sebagai penghibur atau tanda permintaan maaf kepada customer. Padahal tidak sesederhana itu. One bad experience dari customer yang belanja online bisa berdampak terhadap industri secara keseluruhan,” ungkap Rama.
Dan terakhir, perusahaan e-commerce harus mampu menyelesaikan kasus yang ada dengan manajemen yang baik. “Meng-handle kasus itu tidak segampang kasih diskon atau minta maaf. Bahkan ada orang yang kami survey yang mengalami pengalaman negatif dalam belanja online mengaku tidak akan mengunjungi situs e-commerce tersebut untuk dua tahun kedepan. Dan itubig loss,” papar Rama.
Jadi, bagi Anda yang sudah atau baru akan memulai bisnis e-commerce, ada baiknya memperhatikan tips-tips yang diberikan Rama Mamuaya dan DailySocial di atas. Karena membangun ‘trust’ itu aktivitas yang terus menerus, bukan instan. Good luck!
sumber :
No comments:
Post a Comment